Barulah tenaga medis front office dapat mempersilahkan pasien untuk menunggu di ruang tunggu dan akan dokter periksa sesuai dengan nomor antrian yang tertera. 2. Pemeriksaan. Saat melakukan pemeriksaan terhadap pasien, dokter harus menerima pasien di ruang pemeriksaan dengan ramah dan sesuai dengan nomor antrian. PERAN ORNAMENTASI PADA RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO Gendut Winarto1, Andi Syaiful Amal2 1, 2 Program Profesi Insinyur, Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogomas 246 Malang Kontak Person: Gendut Winarto Jl. Raya Tlogomas 246 Malang E-mail: wien.ars90@gmail.com Abstrak Dasar Hukum. Dasar hukum pengesahan UU 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SAKIT. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2. ruang tunggu yang sempit dan kurangnya kebersihan. Rumah Sakit Umum Daerah Teuku Peukan Aceh Barat Daya perlu memperhatikan kepuasan pasien karena dengan memenuhi kebutuhan pasien maka akan berdampak baik kepada pihak rumah sakit, sehingga pasien merasa puas akan kualitas pelayanan dan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak Rumah Sakit Umum Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd. Ruang tunggu merupakan tempat di mana para pengunjung dengan kondisi mental dan fisik masing-masing berkumpul menjadi satu. Pada rumah sakit, kenyamanan menjadi aspek yang seharusnya paling diutamakan dalam perancangan ruang tunggu. Akan tetapi saat ini masih banyak ruang tunggu di rumah sakit yang tidak memperhatikan kenyamanan pasien maupun pengunjung. Di antaranya adalah Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional dengan fokus permasalahan orthopedi atau tulang. Penelitian ini mengkaji aspek kenyamanan dalam arsitektur dan pengaruhnya terhadap pengguna. Objek studi kasus dalam penelitian kali ini adalah gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada pengunjung rumah sakit di ruang tunggu gedung rawat jalan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kenyamanan bangunan berdasarkan persepsi pengunjung dan untuk mengetahui pengaruh faktor kenyamanan bangunan terhadap kondisi pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukan peningkatan kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior pada ruang tunggu gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso agar tingkat kenyamanan gerak dan visual pengunjung maupun pasien dapat optimal. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 113 KENYAMANAN VISUAL DAN GERAK PENGUNJUNG DI RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT STUDI KASUS GEDUNG RAWAT JALAN RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA Nifida Alsya Khairunnisa Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta e-mail nifidaalsya Yayi Arsandrie Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta e-mail ABSTRAK Ruang tunggu merupakan tempat di mana para pengunjung dengan kondisi mental dan fisik masing-masing berkumpul menjadi satu. Pada rumah sakit, kenyamanan menjadi aspek yang seharusnya paling diutamakan dalam perancangan ruang tunggu. Akan tetapi saat ini masih banyak ruang tunggu di rumah sakit yang tidak memperhatikan kenyamanan pasien maupun pengunjung. Di antaranya adalah Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional dengan fokus permasalahan orthopedi atau tulang. Penelitian ini mengkaji aspek kenyamanan dalam arsitektur dan pengaruhnya terhadap pengguna. Objek studi kasus dalam penelitian kali ini adalah gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada pengunjung rumah sakit di ruang tunggu gedung rawat jalan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kenyamanan bangunan berdasarkan persepsi pengunjung dan untuk mengetahui pengaruh faktor kenyamanan bangunan terhadap kondisi pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukan peningkatan kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior pada ruang tunggu gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso agar tingkat kenyamanan gerak dan visual pengunjung maupun pasien dapat optimal. KATA KUNCI kenyamanan; pengunjung; ruang tunggu; rumah sakit PENDAHULUAN Rumah Sakit merupakan tempat dengan fungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meliputi pelayanan penyembuhan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan atau Permenkes. Dalam dunia kesehatan, tingkat kualitas pelayanan kesehatan diukur berdasarkan kepuasan pasien dan pengunjung, tidak terkecuali pada rumah sakit. Pada dasarnya, bangunan rumah sakit memiliki hubungan langsung dengan kualitas layanan medik dikarenakan bangunan yang baik akan memberikan tingkat kenyamanan yang tinggi bagi pengunjung. Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso berlokasi di Jl. Ahmad Yani, Mendungan, Pabelan, Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah. Sesuai dengan namanya, rumah sakit ini merupakan unit pelayanan kesehatan dengan fokus pada pelayanan kesehatan tulang. Seperti halnya rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso berusaha memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin. Oleh karena itu perencanaan yang matang adalah aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan rumah sakit. Namun demikian hingga saat ini masih banyak pengembangan bangunan yang tidak didasarkan atas studi kelayakan serta perencanaan yang matang, sehingga menyebabkan terjadinya kasus-kasus kegagalan ruang atau bangunan. Dalam perencanaan fasilitas publik, kebutuhan minoritas seringkali disamaratakan dengan kebutuhan yang lain. Padahal pemenuhan kebutuhan seseorang dipengaruhi oleh mental dan keterbatasan masing-masing, terutama untuk pasien difabel yang membutuhkan fasilitas khusus yang akan mengalami kesulitan jika harus menyesuaikan dengan kondisi pasien lainnya. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Sakit Berdasarkan Undang-undang No. 44 tahun 2009, rumah sakit merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tertentu. Rumah p-ISSN 1411-8912 e-ISSN 2714-6251 Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 114 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 sakit senantiasa harus menyelenggarakan upaya kesehatan pada setiap kegiatannya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, untuk tujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Ruang Tunggu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian ruang tunggu adalah ruang atau tempat yang diperuntukan untuk menunggu atau ruang yang disediakan khusus bagi pengunjung untuk menunggu. Ruangan ini utamanya terdiri dari jajaran kursi yang ditata rapi disesuaikan dengan kapasitas pengunjung. Selain itu, ruang tunggu juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung dengan penataan yang sedemikian rupa guna memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang tersebut. Ruang tunggu di rumah sakit salah satunya ada di Instalasi Rawat Jalan. Instalasi Rawat Jalan itu sendiri merupakan tempat yang ditujukan untuk menyediakan jasa layanan konsultasi, pemeriksaan, serta pengobatan bagi pasien yang dilakukan oleh dokter ahli dengan bidangnya masing-masing. Elemen Perencanaan Ruang Tunggu Beberapa elemen perencanaan ruang tunggu Instalasi Rawat Jalan antara lain 1. Akses masuk berupa dua pintu yang lebar sebagai akses keluar-masuknya pengunjung yang terpisah 2. Meja depan front desk diletakkan di tempat yang strategis dan ditata dengan baik untuk mempermudah pengunjung Instalasi Rawat Jalan menemukannya 3. Ruang/area duduk pengunjung diletakkan tidak terlalu jauh dari pintu masuk dan front desk 4. Penataan jalur sirkulasi bagi pengunjung/pasien yang jelas untuk menuju ke front desk, lift, dan fasilitas rawat jalan lainya. Apabila memungkinkan dibuat jalur pasien infeksi dan pasien non-infeksi yang terpisah untuk mengurangi resiko penularan penyakit 5. Pada area sirkulasi pengunjung berpotensi untuk disediakan area penjualan yang dapat disewakan kepada pihak ketiga. Penataan layout area penjualan perlu diperhatikan agar strategis dan tidak mengganggu sirkulasi pengunjung rumah sakit 6. Adanya fungsi tambahan yang mendukung kegiatan pengunjung di ruang tunggu, yaitu toilet, tempat penitipan barang, operator telepon, telepon umum, serta meja perawat yang dapat dihubungkan dengan ruangan lain. Syarat-syarat Ruang Tunggu Rumah Sakit Menurut Neufert 2000, syarat-syarat ruang tunggu rumah sakit antara lain sebagai berikut 1. Meja sebagai tempat informasi, administrasi, dan kasir dengan ukuran panjang 180 cm dan tinggi maksimal 120 cm untuk orang normal, sedangkan tinggi maksimal untuk penyandang disabilitas adalah 86 cm. Gambar 1. Standar ukuran meja counter Sumber Neufert P., 2019 2. Area antri yang harus disediakan dengan kapasitas yang cukup di depan front desk sebagai tempat antri berdiri bagi pengunjung. Namun saat ini sudah banyak rumah sakit yang meminimalisir jumlah antrian berdiri karena mengingat sebagian besar pengunjung adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah. Sebagai penggantinya rumah sakit menyediakan nomor antrian. Meskipun begitu ruang antri harus tetap disediakan, hanya saja dengan dimensi yang tidak terlalu luas. Gambar 2. Standar ukuran untuk antrian Sumber Neufert P., 2019 3. Tempat penyimpanan barang. Agar terlihat rapi dan tidak berantakan, rumah sakit perlu menyediakan area locker untuk menyimpan data-data atau rekam medik pasien. Sebaiknya locker penyimpanan diletakkan berdekatan dengan petugas pendaftaran. 4. Telepon umum merupakan alat komunikasi yang sangat penting dan harus disediakan rumah sakit yang diletakkan berdekatan dengan admin atau operator yang dekat dengan front desk. 5. Papan informasi atau papan petunjuk arah yang diletakkan di tempat strategis untuk memudahkan pengunjung mencari area Instalasi Rawat Jalan yang dituju. Sebaiknya papan petunjuk arah diletakkan dekat dengan pintu masuk. 6. Perabot. Image ruang tunggu sebuah Instalasi Rawat Jalan pada rumah sakit dapat dibentuk Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 115 melalui pemilihan dan tata letak perabot berdasarkan fungsi ruangnya. Standar Ukuran Peralatan Medis di Ruang Tunggu Rumah Sakit 1. Kursi roda pasien merupakan salah satu alat bantu gerak yang dibutuhkan oleh pasien dengan kebutuhan khusus, misalnya mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan penyakit, cedera, maupun difabel. Gambar 3. Standar ukuran kursi roda Sumbe Neufert P., 2019 2. Kereta dorong pasien stretcher, sebagaimana kursi roda juga berperan penting sebagai alat bantu gerak bagi pasien. Dalam dunia kesehatan, kereta dorong berfungsi membantu mempermudah ruang gerak pasien untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan orang lain untuk mendorong. Gambar 4. Standar ukuran kereta dorong pasien Sumber Neufert P., 2019 3. Lorong adalah jalan kecil atau jalan sempit yang menghubungkan antar gedung atau ruang satu dengan ruang lainnya. Lorong atau disebut juga dengan koridor hanya dikhususkan untuk pejalan kaki. Gambar 5. Standar ukuran lorong pada rumah sakit. Sumber Neufert, 2019 4. Pintu merupakan akses utama untuk keluar dan masuk pengguna ruang. Untuk bangunan dengan skala besar, seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, atau rumah sakit, sebaiknya memiliki dua pintu dengan bukaan lebar sebagai akses untuk sirkulasi masuk dan keluar pengunjung secara terpisah untuk memperlancar sirkulasi pengunjung. Gambar 6. Macam-macam pintu. Sumber Neufert P., 2019 5. Jendela yang berkaitan dengan penghawaan merupakan salah satu faktor yang menjadi tolak ukur kenyamanan ruang. Semakin baik sirkulasi udara, semakin baik pula kualitas ruang. Pada ruang tunggu rumah sakit, pasien, pengunjung, dan karyawan berada pada satu ruang dalam waktu yang cukup lama. Semakin banyak antrian, semakin meningkat pula jumlah penggguna ruang. Akibatnya, ruang menjadi terasa penuh dan sumpek jika tidak memiliki sirkulasi udara yng baik. Pada kondisi ini, ventilasi udara menjadi sangat penting yang secara langsung berkorelasi dengan keberadaan elemen jendela pada ruang. Gambar 7. Jenis-jenis jendela Sumber Neufert P., 2019 6. Warna, menurut Neufert 2000 merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi manusia dengan menyebabkan timbulnya suatu perasaan sehat ataupun lesu. Pemilihan warna cat sangat Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 116 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 penting, terutama pada ruang kantor, perusahaan, sekolah, klinik kesehatan, tak terkecuali rumah sakit. Menurutnya, pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui pengaruh psikologis pengguna ruang itu sendiri. Warna hangat memiliki pengaruh aktif dalam merangsang kejiwaan seseorang, sedangkan warna dingin lebih bersifat pasif dan menenangkan bagi pengguna ruang. Namun perlu diperhatikan besar kecilnya pengaruh warna terhadap pengguna ruang juga didukung oleh pencahayaan pada ruang tersebut. Gambar 8. Elemen warna pada ruang Sumber Neufert P., 2019 TINJAUAN LOKASI PENELITIAN Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta atau biasa disebut RSO, merupakan rumah sakit yang khusus menangani permasalahan ortopedi atau khusus tulang yang berlokasi di pinggir Kota Surakarta. Total luas lahan rumah sakit ini adalah m2 dengan luas bangunan m2. Penelitian ini berfokus pada ruang tunggu Gedung Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta lihat Gambar 9 dan 10. Gambar 9. Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Surakarta Sumber Dokumen penulis, 2019 Gambar 10. Denah lantai 1 Gedung Rawat Jalan RSO Sumber Dokumen penulis, 2019 METODE PENELITIAN Metode Observasi Metode observasi dapat diartikan sebagai melihat, mengamati, mendengarkan, dan memperhatikan suatu peristiwa ataupun tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang diamati, kemudian hasil pengamatan direkam dalam bentuk catatan atau dengan alat bantu lainnya. Metode Wawancara Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara yang perlu untuk dilakukan dalam sebuah penelitian dikarenakan dengan adanya tanya jawab secara langsung dengan narasumber, peneliti akan mendapat beberapa informasi penting. Menurut Nazir 2003 wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka langsung antara pewawancara dengan responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Kenyamanan Gerak Berfokus pada ruang tunggu Gedung Rawat Jalan, terdapat beberapa permasalahan terkait kapasitas dan kenyamanan pengguna ruang. Berdasarkan hasil observasi pada Tabel 1, dapat ditemukan beberapa aspek yang tidak memenuhi standar. Ruang tunggu RS. Ortopedi memiliki kursi tunggu dengan kualitas baik dan sesuai dengan standar ukuran pada Neufert, akan tetapi penataan kursi tunggu tersebut masih belum tepat. Penataan kursi tunggu memiliki jarak antara kursi depan dan belakang cukup sempit, sehingga pengunjung kesulitan jika duduk di kursi baris tengah ataupun belakang, terutama pasien dengan keterbatasan fisik yang harus menggunakan alat bantu gerak berupa kruk. Sedangkan pasien dengan alat bantu gerak berupa kursi roda atau kereta dorong cukup kesulitan mencari tempat untuk menunggu dikarenakan keterbatasan ruang. Dampak dari kondisi ini adalah sirkulasi ruang tunggu menjadi terganggu karena berkurangnya lebar jalur. Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 117 0%20%40%60%80%100%IyaTidakTable 1. Hasil observasi kenyamanan gerak Jarak antara kursi depan dengan belakang minimal 60cm. Jarak antar kursi depan dengan belakang hanya 35 cm tidak sesuai dengan standar. Standar lebar pintu minimal 120 cm. Terdapat dua pintu masuk dan keluar dengan lebar 150 cm sesuai standar. Standar ukuran tinggi meja administrasi disabilitas 86 cm. Ukuran tinggi meja administrasi 76 cm sesuai standar. Minimal lebar jalur sirkulasi 225 cm. Lebar jalur sirkulasi 200 cm. Cukup untuk bersimpa ngan, namun terlalu sempit. Dari puluhan pengunjung di ruang tunggu Instalasi Rawat Jalan RS. Orthopedi, peneliti melibatkan 20 orang untuk diwawancarai sebagai responden. Tabel 2 menunjukkan hasil wawancara terkait dengan kenyaman gerak pengunjung di ruang tunggu. Table 2. Hasil wawancara kenyaman gerak Apakah Anda merasa nyaman berada di ruang tunggu RS. Orthopedi Surakarta? Apakah Anda cukup leluasa bergerak di ruangan ini? Apakah Anda merasa terganggu jika ada pasien lain yang menghalangi jalur sirkulasi? Menurut Anda, apakah penataan kursi tunggu di ruang ini sudah baik? Menurut Anda, apakah fasilitas di ruang tunggu ini sudah lengkap? Berdasarkan hasil wawancara seperti pada Tabel 2, didapati kesimpulan bahwa sebanyak 55% pengunjung merasa kurang nyaman berada di ruang tunggu Rawat Jalan RS. Orthopedi dalam jangka waktu yang cukup lama. Keterbatasan ruang gerak menjadikan pengunjung merasa dikekang dalam sebuah ruang dengan berbagai macam kondisi fisik dan mental masing-masing. Gambar 11. Grafik prosentase hasil wawancara pengunjung terkait kenyamanan gerak. Sumber Analisa penulis, 2019 Kenyamanan Visual Tingkat kenyamanan suatu ruang tidak hanya diukur dari tersedia atau tidaknya ruang gerak bagi pengguna. Akan tetapi, aspek visual ruangan juga perlu diperhatikan, terlebih di ruang tunggu, dikarenakan menunggu merupakan salah satu kegiatan yang memiliki tingkat stres tinggi. Di sinilah visual ruang berperan penting bagi pengguna di ruang tunggu rumah sakit. Tabel 3 memperlihatkan hasil pengamatan kondisi ruang tunggu di Instalasi Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi. Tabel 4 merupakan hasil wawancara kepada 20 orang responden terkait kenyamanan visual di ruang tunggu Instalasi Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi. Nyaman Bergerak sirkulasi penataan failitas Lelusa terhalang baik lengkap Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 118 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 Table 3. Hasil observasi kenyamanan visual Ruang tunggu sisi Utara Ruang tunggu sisi Selatan Ruang tunggu sisi Barat Ruang tunggu sisi Utara hanya memiliki pencahayaan dari lampu LED pada papan informasi tidak sesuai standar. Ruang tunggu sisi Selatan dan Barat cukup terang karena mendapatkan pencahayaan alami Sesuai standar. Ornamen yang menarik diberikan pada dinding tertentu agar tidak terlihat monoton dan menjadi point of interest. Dinding mayoritas polos dan tidak banyak ornamen. Pada sisi Barat, dinding dilapisi wallpaper 3D art sehingga menarik. Warna terang memberikan efek luas pada ruang. Ruang tunggu didominasi warna putih. Beberapa sisi dinding diberi warna cerah, biru muda dan hijau muda. Table 4. Hasil wawancara kenyaman visual Apakah Anda merasa jenuh/bosan berada di ruangan ini? Menurut Anda, apakah pencahayaan di ruangan ini sudah cukup terang? Apakah Anda merasa terbantu dengan adanya televisi sebagai pengalih kejenuhan? Apakah Anda merasa nyaman dengan adanya jendela kaca dengan pemandangan di luar? Apakah Anda merasa sumpek/pengap berada di ruangan ini? Narasumber terdiri dari tujuh orang laki-laki dan 13 orang perempuan dengan status lima orang adalah pasien, sedangkan lima belas orang adalah pengantar. Narasumber duduk di tiga sisi ruang tunggu Gedung Rawat Jalan, yakni 10 orang di sisi Selatan, 6 orang di sisi Utara, dan 4 orang di sisi Barat. Berdasarkan Tabel 4 hasil wawancara, didapati bahwa sebagian besar pengunjung di sisi Selatan merasa cukup nyaman berada di ruang tunggu RS. Ortopedi, sedangkan hampir semua pengunjung di sisi Utara merasa sangat tidak nyaman berada di sana dengan aktivitas menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama. Gambar 12. Grafik prosentase hasil wawancara pengunjung terkait kenyamanan visual. Sumber Analisa penulis, 2019 Berdasarkan hasil analisa wawancara kepada 20 orang pengunjung didapati bahwa 100% orang merasa jenuh berada di dalam ruang tunggu. Hampir semua pengunjung menjawab karena banyaknya antrian, sehingga pengunjung harus menunggu dalam waktu yang sangat lama dengan kondisi fisik yang tidak sehat. Meskipun ruang tunggu sudah dilengkapi dengan televisi, namun fasilitas tersebut tidak mengurangi rasa bosan pengunjung dikarenakan tayangan yang ditampilkan monoton dan hanya diulang-ulang saja. KESIMPULAN Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang terciptanya rasa nyaman pada ruang tunggu adalah tata penataan furnitur terutama kursi tunggu, pemilihan warna, dan tata pencahayaan. Semakin baik pemenuhan faktor-faktor tersebut, maka semakin baik pula tingkat kenyamanan yang dirasakan pengguna ruang. Selain itu perhitungan kapasitas pengguna ruang juga penting guna menghindari terjadinya kekurangan fasilitas dan meningkatnya kepadatan ruang. Komponen pembentuk kenyamanan visual dan gerak tubuh belum sepenuhnya terakomodasi di dalam ruang tunggu Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Beberapa 0%20%40%60%80%100%Iya Tidak Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 119 fasilitas yang tersedia sudah sesuai dengan standar Neufert, seperti ketersedian kursi tunggu, pintu, dan meja administrasi. Akan tetapi masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai, seperti penataan lay out kursi tunggu dan sirkulasi. Pertimbangan luas ruang dan kapasitas pengguna menjadi penyebab utama ketidaknyamanan ruang tunggu. Ketidaknyamanan menjadi penyebab kejenuhan. Pengunjung dengan berbagai macam kondisi fisik dan mental masing-masing berbaur menjadi satu di dalam ruang yang sama dengan kegiatan yang sama, yaitu menunggu. Pada saat inilah tingkat kejenuhan sangat tinggi. Terdapat bagian di dalam ruang tunggu ini yang dapat meminimalisir kejenuhan, yaitu adanya pencahayaan alami dan sirkulasi udara alami pada sisi Selatan ruang. Sementara itu pada sisi yang lain hanya menggunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang menjadikan ruang lebih terang dipersepsikan oleh pengunjung sebagai pembentuk kenyamanan dan dapat mengurangi kejenuhan. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan di ruang tunggu Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang meliputi kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior. DAFTAR PUSTAKA Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Neufert, Peter 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. ... Menurut penelitian yang dilakukan oleh[10] pertimbangan luas ruang dan kapasitas pengguna menjadi penyebab utama ketidaknyamanan dan kejenuhan ruang tunggu. Terdapat ...Faizqinthar Bima NugrahaAlifia Firda PurnomoApriliya Tiyas Ningrum Jaka SarwadhamanaBangunan fisik rumah sakit yang sesuai dengan standar yang ada dapat mendukung peningkatan kinerja sumber daya manusia rumah sakit. Hal ini karena kondisi fisik lingkungan kerja berpengaruh terhadap kesehatan penggunanya serta berpengaruh pula terhadap waktu penyelesaian pekerjaan. Pada dasarnya, fisik Rumah Sakit juga berhubungan langsung dengan kualitas layanan medik. Bangunan yang baik akan memberikan kenyamanan pada para pemakainya dan akan mempengaruhi tingkat pemanfaatannya yang juga akan memberikan sumbangan pada proses penyembuhan pasien dan kinerja karyawan. Salah satu bangunan yang perlu dikelola dengan baik adalah bangunan ruang rawat jalan. Rawat jalan merupakan unit yang menjadi rujukan faskes tingkat pertama sehingga struktur bangunannya perlu menjadi perhatian khusus dimana persyaratan teknis bangunan rumah sakit harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Standar Bangunan Rawat Jalan menurut Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 di Rumah Sakit harus memiliki luas ruangan yang sesuai, adanya ventilasi yang baik, intensitas cahaya sesuai ketentuan, ruang tunggu terpisah untuk masing-masing poli klinik, tersedianya wastafel dan desinfektan, tersedinya stop kontak, serta bahan bangunan yang tidak memiliki tangka porositas yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi standar bangunan instalasi rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati. Penelitian ini bersifat deskripsi dengan metode kuantitatif. Informan penelitian berjumlah satu orang yang merupakan pegawai IPSRS. Instrument yang digunakan berupa kuesioner dengan pengambilan data melalui wawancara tertutup dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan keseluruhan standar bangunan diperoleh nilai rata – rata 91%, membuktikan bahwa standar bangunan di RSUD Panembahan Senopati belum memenuhi standar Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 tentang tentang persyaratan teknis bangunan dan prasarana rumah sakit. Terdapat 6 ruangan yang sudah sesuai standar dan 5 ruangan yang memerlukan perhatian dari pihak Rumah Sakit yaitu ruang tunggu, klinik gigi, klinik jiwa, ruang laktasi dan toilet karena belum memenuhi standar. Diharapkan pihak manajemen rumah sakit perlu me-review kembali kondisi lapangan dengan standar yang ada untuk persiapan dalam melakukan pemeliharaan gedung rawat jalan Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 TahunPeter NeufertNeufert, Peter 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah SakitPeraturan Menteri KesehatanPeraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan LingkunganPeraturan Menteri PekerjaanPeraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. FilterRumah TanggaDekorasiRuang Tamu & KeluargaKesehatanObat - ObatanPerlengkapan MedisBukuNovel & SastraMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata 39 produk untuk "ruang tunggu rumah sakit" 1 - 39 dari 39Urutkanstiker tulisan ruang tunggu, ruang periksa stiker rumah sakit sign Tangerangtgr~ 10Kursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor KT 3 Besi PusatrohmimPreOrderKursi Stadion Ruang Tunggu Tempat Duduk Halte Bangku Rumah Ruang tunggu Rumah UtaraMoltenn Vchairakrilik sign tanda arah ruang tunggu pasien rumah sakit 1%SurabayaPiramida Advertisingsoftware aplikasi program display informasi ruang tunggu rumah Selatandatabos1994Kursi Ruang Tunggu Bandara, Kantor, Tunggu Rumah Sakit KT 4 Besi PusatrohmimPreOrderKursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor KT 3 4[ Platinum ] Kursi Ruang Tunggu Chrome Bandara, Rumah Sakit, Kantor BaratBicous idDISKON Kursi Ruang Tunggu Kantor / Bandara / Rumah Sakit - KT Pusathidayatdestore About Us RSU Rahmad Hidayah adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang berada di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Jl. Limau Manis, Pasar XIII No. 61, Desa Limau Manis, Kec. Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. 061 7942950 resepsionis Navigation Profil Rumah Sakit Visi & Misi Pelayanan Tenaga Medis Informasi Ruangan Kontak Kami Menu Copyright © RSU Rahmad Hidayah Design by Ai Hawari AbstrakWaktu tunggu rawat jalan di RSUD dr. Acmad Darwis Suliki masih menjadi permasalahan, hasil survey awal didapatkan bahwa waktu tunggu rawat jalan masih melebihi SPM rawat jalan yang ada yaitu 25 km. Disamping itu rumah sakit juga tidak memberikan sanksi disiplin bagi petugas yang terlambat datang. Menurut studi penelitian Laeliyah dan Subekti 2015, faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Indramayu diantaranya adalah kurangnya kedisiplinan dalam memulai dan mengakhiri pelayanan kepada pasien di rawat jalan, kurangnya rasa kerjasama yang terjalin antar para petugas dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan petugas rekam medis, petugas poliklinik, perawat dan dokter sekaligus kesadaran para petugas akan pentingnya waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kedisiplinan para petugas dan menjalin kerjasama antar para petugas petugas rekam medis dan petugas poliklinik seperti perawat dan dokter dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan kepada Dalam upaya mendisiplinkan petugas di RSUD dr. Achmad Darwis telah menerapkan sistem absensi finger dan pelaksanaan apel pagi, namun hal tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. SPO SPO di RSUD dr. Achmad Darwis sudah ada tetapi hanya SPO rekam medik, tetapi pelaksanaanya belum optimal, misalnya tentang SPO pengembalian rekam medik rawat inap yaitu 2 x 24 jam setelah pasien pulang atau dirujuk kecuali untuk kebutuhan autopsi, kenyataannya masih ada rekam medik yang belum kembali sesuai waktu yang telah ditetapkan sesuai SPO, akibatnya sewaktu pasien kontrol ke poliklinik, rekam medis tidak ditemukan di rak penyimpanan. Pengembalian dari rawat jalan juga belum sesuai SPO. Petugas poliklinik tidak mengembalikan Dokumen Rekam Medik DRM dua jam setelah pelayanan. Tidak jarang petugas kurir yang datang menjemput ke poliklinik setiap harinya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap waktu penyelenggaraan rekam medis pasien rawat jalan. Standar Prosedur Operasional SPO dan pedoman merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki SPO untuk dirawat jalan belum ada sehingga bila ada petugas penanggung jawab salah satu poliklinik berhalangan untuk masuk dinas maka Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 petugas pengganti merasa kesulitan untuk menggantikan karena belum adanya SPO untuk pelayanan pasien poliklinik. Menurut Handoko 2012, SPO berguna untuk menghemat usaha managerial, memudahkan pendelegasian wewenang dan menempatkan tanggung jawab, memudahkan pengawasan, memungkinkan penghematan personalia dan membantu kegiatan Berdasarkan Undang-Undang RI no. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit wajib memiliki SPO dalam menyelenggarakan dan melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan Karena tidak adanya SPO, maka tidak dapat dikatakan pelayanan kesehatan sudah sesuai prosedur atau Menurut Sabarguna 2008, suatu pelayanan yang dijalankan perlu adanya standar pelayanan yang dibuatkan dalam rangka mencapai Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Laeliyah dan Subekti 2015 di RSUD Kabupaten Indramayu, yang menyatakan bahwa selain faktor jumlah pasien rawat jalan dan penyediaan berkas rekam medis pasien rawat jalan, hal penting yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan adalah dari pihak RSUD Kabupaten Indramayu sendiri tidak adanya manajemen membuat regulasi dalam bentuk prosedur tetap / SOP, terutama dalam hal penetapan standar waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan rawat Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nursanti et al 2018, yang menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi waktu tunggu antara lain yaitu belum adanya SPO standar prosedur operasional.15 Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di RSUD dr. Achmad Darwis kebijakan tentang SPM rumah sakit telah diatur dalam bentuk Peraturan Bupati nomor 117 tahun 2016 tentang SPM BLUD dr. Achmad Darwis Kebijakan tersebut telah mengacu pada Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008. Salah satunya mengatur tentang standar waktu tunggu rawat jalan yaitu ≤ 60 Pihak manajemen telah melakukan sosialisasi kebijakan tersebut, namun belum ada monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Untuk terlaksananya SPM sesuai standar sebaiknya ada rapat koordinasi antara petugas poliklinik dan pihak manajemen untuk membahas kendala yang dihadapi dalam mencapai standar yang telah ditetapkan. Kebijakan dalam waktu tunggu rawat jalan diatur dalam Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal SPM Rumah Meminimalisasi waktu tunggu rawat jalan bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien sehingga mutu pelayanan meningkat dan pasien loyal terhadap rumah sakit. Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan repetitiveness tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan Menurut Handoko 2012 salah satu bentuk kebijakan yang dapat dibuat dalam bentuk yang lebih terperinci adalah prosedur standar atau Standard Operating Procedure SOP. Kebijakan dapat dibuat secara formal dan informal oleh para manajer puncak suatu Sarana Prasarana Sarana Di RSUD dr. Achmad Darwis khususnya di poliklinik rawat jalan masih banyak yang perlu dilengkapi untuk memperlancar proses pelayanan sehingga waktu tunggu semakin minimal. Untuk sarana di poli anak seperti timbangan bayi, kemudian untuk poli kebidanan set ganti verban hanya ada satu set , tensi meter hanya satu buah dan tidak adanya pengeras suara. Kursi tunggu juga belum mencukupi. Kurangnya tempat duduk yang ada di ruang tunggu poliklinik menyebabkan waktu tunggu menjadi lama karena pasien harus menunggu di luar area poliklinik, sedangkan di poliklinik tidak tersedia alat pengeras suara sehingga terkadang pasien tidak tahu jika namanya sudah dipanggil untuk diperiksa dokter. Permasalahan terbatasnya sarana yang ada sehingga pasien harus menunggu di luar juga ditemukan oleh Patel dan Patel 2017.17 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Keles et al 2017 di RSUD dr. Samratulangi Tondano, yang mengatakan bahwa faktor yang paling dominan Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 yang mempengaruhi waktu tunggu yaitu faktor sarana Prasarana sudah hampir mencukupi. Dokter atau pasien yang datang tidak perlu susah mencari tempat parkir, karena di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki sudah tersedia tempat parkir yang cukup luas dan dekat dengan poliklinik. Rumah sakit juga sudah memiliki sumber air sendiri berupa sumur bor dan air PAM. Jika terjadi pemadaman listrik, rumah sakit juga sudah mempunyai genset, sehingga pelayanan tetap berjalan walaupun listrik mati. Agar proses pelayanan rawat jalan terlaksana dengan lancar maka diharapkan agar rumah sakit melengkapi sarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan membuat perencanaan dengan menghitung jumlah kebutuhan untuk masa yang akan datang secara tepat, karena untuk pengadaan barang di rumah sakit umum daerah harus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Komponen Proses - Pendaftaran Berdasarkan hasil penelitian di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki didapatkan bahwa, pendaftaran pasien akan bermasalah jika pasien ramai dan terjadi penumpukan pasien, akibatnya pasien akan lama menunggu. Pasien yang mendaftar dengan menggunakan kartu BPJS akan menunggu waktu pendaftaran lebih panjang dibanding pasien umum. Hal ini terjadi karena pasien BPJS harus menyerahkan berkas kelengkapan pendaftaran seperti surat rujukan dan kartu BPJS. Pihak BPJS mengharuskan pasien melakukan verifikasi sidik jari. Verifikasi sidik jari ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kartu BPJS. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nursanti et al 2018, yang mengatakan bahwa waktu tunggu lebih lama pada pasien BPJS dibanding pasien umum. Hal tersebut disebabkan karena petugas harus melakukan verifikasi berkas pasien Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki masih menggunakan sistem pendaftaran manual, untuk masa yang akan datang sudah ada rencana untuk melakukan pendaftaran online. Sistem pendaftaran manual membuat pasien harus datang dan antri untuk mendaftar. Menurut Susanti et al 2015, sistem antrian dan pendaftaran akan menjadi lebih baik jika menggunakan sistem appointment Ditempat pendaftaran sering ditemui permasalahan seperti antrian yang panjang atau pasien yang menumpuk. Apabila waktu tunggu di pendaftaran lama maka akan mempengaruhi lama waktu pelayanan medis pasien keseluruhan dan selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musinguzi 2013, pasien menghabiskan sebagian besar waktu dalam menunggu untuk mendapatkan pelayanan. Bagian pendaftaran merupakan salah satu yang paling menyita waktu dengan besarnya jumlah pasien yang mengantri sehingga memperlambat Persyaratan pendaftaran yang tidak lengkap juga menjadi masalah yang ditemui di loket Waktu tungggu dalam antrian pada jam sibuk pelayanan di loket pendaftaran tertinggi mencapai 58,2 Penelitian oleh Bustami et al 2015 juga menemukan beberapa masalah dalam rangkaian kegiatan administrasi dan rekam medis yang mengakibatkan memanjangnya waktu tunggu, antara lain banyaknya jumlah pasien, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan loket BPJS, gangguan koneksi internet dan pendistribusian rekam medis yang Untuk mengatasi masalah antrian di loket pendaftaran RSUD dr. Achmad Darwis maka sebaiknya disediakan sarana yang mencukupi seperti komputer untuk input data dan mencetak SEP pasien atau memberlakukan sistem pendaftaran on line. - Menyiapkan Dokumen Rekam Medis Di RSUD dr. Achmad Darwis proses menyiapkan dokumen rekam medis belum sesuai standar yaitu 1, indicating an inadequate workload and staff number. Based on the WISN analysis, it is concluded that the pharmacy is overstaffed under the existing workload conditions. Therefore, employee redistribution and the development of pharmaceutical satellites towards enhancing effectiveness and efficiency are significantly recommended.... A new trend in international hospital services today is how to build patient-focused services and provide safer healthcare based on continuous quality improvement. The demands of today's society that hospitals should be able to provide one stop services,meaning thatall health care needs related to patients must be able to be served by the hospital quickly, accurately, quality and affordable, which in the end can provide satisfaction in the results of treatment in accordance with the disease suffered Dewi et al., 2020. ...Lilya LunandaMappeaty Nyorong Achmad bachtiar RifaiAdministering outpatient medical records is required to provide excellent service to create patient satisfaction, especially with short waiting times. The purpose of this study was to determine how the factors that influence the waiting time for outpatient medical record services at Sundari Hospital, type of research is descriptive analytic with a qualitative approach. The informants in this study consisted of 7 people, namely 4 registration officers and 3 patients who made outpatient visits. The data analysis used descriptive qualitative and the validity of the data used was data triangulation. The results show that the waiting time for outpatient medical record services for patients who register manually is longer than 60 minutes, the SOP for outpatient registration services has been implemented, it's just not done perfectly, Human resources in outpatient medical record services Sundari Hospital does not match educational qualifications, the facilities available in the outpatient medical record service at Sundari Hospital are incomplete, the technology has not been running well because the bridging system and administrative requirements for outpatients are not in accordance with Permenkes No. 28 of is recommended that Sundari General Hospital be able to implement the requirements for outpatient administration in accordance with Permenkes No. 28/2014 and be able to implement a bridging system in outpatient services so that services can be carried out effectively and efficiently. Haeruddin HaeruddinReza Aril AhriKurniawati FajrinABSTRAK Kemenkes RI waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari pasien mendaftar di tempat pendaftaran pasien rawat jalan, sampai pengambilan obat, dengan standar waktu tunggu pelayanan rawat jalan ditetapkan yaitu rata-rata ≤ 60 menit. Berdasarkan survey awal di RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa ada 7 pasien memiliki waktu tunggu yang lebih dari standar kemenkes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Pasien RSUD Kota Makassar Tahun 2020. Jenis penelitian kuantitatif dengan pedekatan analitik dan waktu tunggu pasien menggunakan Time Motion Study. Sampel 86 Pasien, menggunakan Random sampling. Pengumpulan data menggunakan Observasi, Stopwatch/jam dan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada pengaruh faktor waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor mempengaruhi waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien RSUD Kota Makassar. Penyebab lama waktu tunggu pasien disebabkan karena kurangnya petugas diloket pendaftaran, pada pasien BPJS dan jamkesda lupa atau kurang berkarnya, tidak bawa kartu berobat, keterlambatan dokter dan distribusian BRM pasien lambat sampai di poliklinik, waktu tunggu rawat jalan pasien di RSUD Kota Makassar melebihi standar. Kata Kunci Waktu tunggu, pelayanan, rawat jalan, pasien, DeboraAdrianMangatas SilaenTan SuyonoEfforts to strengthen the health services provided to patients rely heavily on the use of high-quality, complete, accurate, and timely data to inform decision-making at the clinical, facility, and policy levels in hospitals. However, evidence of gaps in the quality of medical records is often found. At RSU Royal Prima Medan there are still some incomplete data such as writing the actions that have been done to the patient. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the quality of medical records as part of the initiative to strengthen the health care system. The research was conducted using a survey method with an explanatory research design. The research population was 612 people and as many as 100 samples analyzed were taken by stratified random sampling. The univariate test showed that most of the respondents had filled out medical records completely and on time but there were medical records that were inaccurate and did not meet the legal requirements of medical records 59 ,0%. Bivariate analysis with Chi-Square showed that the variables of knowledge p= procedures p= and supervision p= had an effect on the quality of medical records, while equipment had no significant effect. Of the three factors, the most dominant factor influencing the quality of medical records is the knowledge obtained through multiple logistic regression tests with an OR value of 4 times the risk of affecting the quality of medical records. This research is an indication that poor knowledge will affect the quality of medical records so that the Royal Prima Hospital Medan needs to conduct socialization and training to increase the knowledge of health workers doctors, nurses, medical recorders.Anggun Akrianti PutriSumiatyYuliatiChronic kidney disease merupakan suatu kondisi penurunan progresif fungsi ginjal selama periode bulan atau tahun. Tahap akhir dari gagal ginjal kronik sering disebut dengan End Stage Renal Disease ESRD. Dalam penyakit ginjal stadium akhir ini, ginjal kehilangan fungsinya secara irreversibel untuk mempertahankan metabolisme dan homeostasis tubuh. Apabila pasien telah mengalami Gagal Ginjal Kronik stadium berat, untuk mempertahankan hidupnya diperlukan terapi sementara berupa hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialysis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar yang berjumlah 31 responden. Data dianalisis yang menggunakan uji chi square. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar dengan nilai p-value 0,021 60 menit. Tingkat kepuasan dalam kategori cukup puas, berdasarkan lima dimensi kualitas mutu pelayanan didapatkan pada dimensi tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty dalam kategori cukup puas sedangkan pada dimensi reliability dalam kategori puas. Adanya hubungan antara waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat RSUD Kabupaten Indramayu, ditunjukkan dengan nilaip=0,042atau nilai korelasichi-square sebesar 4,135. Conrad MusinguziAbstract Objective To quantify waiting time, identify sections with bottlenecks and factors associated with waiting time of services offered at the Assessment Center Mulago Hosptial. Data source Hospital medical forms previous and current visit, patient real-times, exit interviews and staff response forms that captured perspectives. Study design A cross-sectional study using multilevel linear regression to identify hospital and patient-related predictors of the estimated ambulatory waiting times. Data Collection/Extraction Methods We recorded real-time patient flow data, extracted patient socio-demographics, visit days, queue lengths, previous facility, and referral status Principal findings Patient spend an estimated 5 hrs waiting with longer waiting times with most time spent at registration and pharmacy sections. This time was associated to patients who reported later in the day >1100hrs, at start of the week Monday and this time increases about 3-4 minutes more for every patient added into the queue. However, we find no consistent evidence on whether or how type of referral affects waiting times. Conclusions A system that limits the number of patient reporting to outpatient department quickens registration and drug dispensing is needed to improve quality of ambulatory care in major hospitals. Key words waiting time, out-patient, quality-of-careMo Oche Habibullah AdamuThe amount of time a patient waits to be seen is one factor which affects utilization of healthcare services. Patients perceive long waiting times as barrier to actually obtaining services and keeping patients waiting unnecessarily can be a cause of stress for both patient and doctor. This study was aimed at assessing the determinants of patients' waiting time in the general outpatient department GOPD of a tertiary health institution in northern Nigeria. This descriptive cross-sectional study was carried out among new patients attending the GOPD of the Usmanu Danfodiyo University Teaching Hospital, Sokoto, North Western Nigeria. A structured questionnaire was used to elicit information from 100 patients who were recruited into the study using a convenience sampling method. Data collected were entered and analyzed using Statistical Package for Social Sciences version 17; Chi-square test was used to compare differences between proportions with the level of statistical significance set at 5% P 60 minutes due to the overload patients, lack of personnel at the registration booth, disrupted internet connection, delayed of distribution of medical record files, limited available rooms, and limited human resources that were expertised in the field of refraction and medical recordsKeywords waiting time, patients, the Public Eye Health Department of North SulawesiAbstrak Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui waktu tunggu pasien yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lama waktu tunggu proses kedatangan, pelayanan, sumber daya manusia pelayanan pasien rawat jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat BKMM Provinsi Sulawesi Utara Sulut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara pada 7 orang informan sebagai data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari pengamatan langsung/ observasi di BKMM Provinsi Sulut. Hasil penelitian mendapatkan kedatangan pasien di BKMM sudah terjadi sebelum loket pendaftaran dibuka dan kebanyakan pasien datang dengan diantar oleh keluarganya. Selama proses pelayanan ada beberapa kendala yang terjadi antara lain pasien tidak membawa berkas/jaminan yang lengkap, jumlah loket pendaftaran yang terbatas karena kurangnya petugas, ruangan yang kurang memadai, adanya gangguan koneksi internet, serta keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dibidang refraksi dan rekam medik. Simpulan Waktu tunggu di BKMM Provinisi Sulut masih tergolong lama > 60 menit yang disebabkan jumlah pasien yang banyak, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan BPJS, gangguan koneksi internet, pendistribusian berkas rekam medik yang sering terlambat, keterbatasan ruangan yang ada, dan keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian di bidang refraksi dan rekam medikKata kunci waktu tunggu, pasien, BKMMRavikant PatelHinaben R. PatelBackground Gujarat Medical Education Research society started GMERS medical college and tertiary care Hospital in Valsad since last 4 years. As civil Hospital is converted in to tertiary care hospital and many of the departments running in different buildings so, searching the concern OPDs is difficult for patients, waiting time and patients satisfaction is important to avail the services. Patient satisfaction is one of the important goals of any health system, but it is difficult to measure the satisfaction. Aims & objectives were 1 to study the waiting time at various Out Patient Department OPDs. and various investigation; 2 To study the accessibility of various department of hospital; 3 To study the patient satisfaction on hospital process, behavior of hospital staff and treatment This was a cross sectional observational study conducted in Hospital-Valsad for the period of 2 months and total 135 patients were interviewed availing the OPD The mean age of patient attending the OPD was years and majority of them are female patient Hospital staff was main source of guidance for searching the OPDs for consulting the doctor. patient registered 20 min after standing in queue. The mean waiting time was min. and patients were satisfied with treatment cost and behavior of staff Many patients face the difficulties in finding the various departments. On an average 12 minutes of waiting time outside the various They were also satisfied with the treatment cost and behaviour of hospital kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa KudusH DewiR M AnnyK SriDewi H, Anny RM, Sri K. Tingkat kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 2008; 21 Darwis. Profil RSUD drRsud DrRSUD dr. Achmad Darwis. Profil RSUD disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan MalangA SetiawanSetiawan A. Pengaruh disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen. 2013;11245-53. The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 659 EVALUASI WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP OBAT RACIKAN DAN NON RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI APOTEK Depi Yuliana1*, Faizul Bayani2, Dedent Eka Bimmaharyanto3, Lelie Amalia Tusshaleha4, Syamsul Rahmat5, Meilynda Pomeistia6, dan Recta Olivia Umboro7 1,2,3,4,5,&6Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Qamarul Huda Badaruddin, Indonesia 7Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Bumigora, Indonesia *E-Mail depiyuliana DOI Submit 10-11-2021; Revised 22-11-2021; Accepted 14-12-2021; Published 30-12-2021 ABSTRAK Kualitas layanan kesehatan masih belum optimal, terutama dalam hal ketidakpuasan pasien pada layanan obat di apotek. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Studi ini bertujuan mengevaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. Penelitian dilakukan dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kata Kunci Waktu Tunggu, Pelayanan Resep Pasien, Apotek. ABSTRACT The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Keywords Waiting Time, Patient Prescription Services, Pharmacies. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi is Licensed Under a CC BY-SA Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 660 PENDAHULUAN Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Di satu sisi, peningkatan kualitas layanan kesehatan telah menjadi perhatian besar bagi akademisi, profesional, dan praktisi layanan kesehatan. Banyak studi literatur yang menyelidiki kualitas layanan kesehatan dan masalah terkait seperti ketidakpuasan pasien karena waktu tunggu yang lama terutama dalam pelayanan resep pada pasien di apotek Alodan et al., 2020. Menurut sebuah studi bersama oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Bank Dunia pada tahun 2018, layanan kesehatan berkualitas buruk menghambat kemajuan dalam meningkatkan kesehatan di negara-negara di seluruh dunia World Health Organization et al., 2018. Sebuah studi oleh Mosadeghrad 2013, mengeksplorasi perspektif pemangku kepentingan kesehatan tentang kualitas layanan dalam upaya untuk menetapkan definisi kualitas yang komprehensif yang dapat memenuhi semua harapan pemangku kepentingan dalam sistem perawatan kesehatan. Mengidentifikasi atribut kualitas dapat membantu semua pihak menetapkan dan memelihara program peningkatan kualitas yang berkesinambungan. Pemangku kepentingan meliputi klien, profesional, manajer, pembuat kebijakan, dan pembayar. Setelah tinjauan literatur yang luas, banyak definisi kualitas kesehatan yang berkaitan dengan masing-masing pemangku kepentingan ditemukan. Aspek pemangku kepentingan terkait pelayanan kesehatan adalah pasien pembayar, dimana salah satu aspek penyedia layanan kesehatan seperti apotek harus memberikan layanan terbaik pada pasien. Studi sebelumnya Abdelhadi & Shakoor, 2014 meneliti tentang pelayanan apotek dalam melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Penelitian mereka menerapkan teknik Lean Manufacturing untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan serta mengurangi waktu tunggu di kedua apotek tersebut. Teknik tersebut sebagai alat perbaikan yang meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemberian layanan dengan membandingkan efisiensi antara dua apotek apotek yang melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati alur kerja di kedua apotek tersebut selama seminggu. Dalam penelitian, mereka menggunakan alat metrik dalam lean manufacturing yang disebut Takt Time untuk mengukur efisiensi kedua apotek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek rawat inap lebih efisien daripada apotek rawat jalan, karena waktu tunggu pengisian resep rata-rata rawat jalan lebih baik daripada aspotek yang melayani resep rawat jalan Abdelhadi & Shakoor, 2014. Layanan apotek sebagai bentuk pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi atau obat-obatan, dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 Permenkes Republik Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 661 Indonesia, 2016, dimana waktu tunggu pelayanan resep merupakan salah satu bagian dari evaluasi mutu pelayanan di apotek, sehingga apotek tentunya harus memperhitungkan lama waktu tunggu pelayanan resep sebagai indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Hanya saja, waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek sampai dengan saat ini masih menjadi masalah Arafeh et al., 2014. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga menjadi masalah di negara luar. Efisiensi waktu tunggu di apotek penyedia resep disebabkan salah satunya oleh antrian pasien yang berkunjung ke apotek Suss et al., 2017. Studi oleh Alodan et al. 2020 yang melakukan survey pada apotek yang menyiapkan obat pada pasien rawat jalan menemukan bahwa Pertama, apotek melayani semua klinik rawat jalan dan rata-rata waktu tunggu pasien antara 90 hingga 120 menit. Kedua, resep ditulis secara manual oleh dokter yang mungkin akan menyulitkan apoteker. Jumlah obat yang diresepkan antara 1500 hingga 1800 per hari. Ketiga, ukuran dan tata letak apotek tidak berkontribusi pada jumlah resep yang disiapkan dan jumlah pasien. Akhirnya, seluruh gudang farmasi didedikasikan untuk resep yang tidak diklaim Alodan et al., 2020. Di Indonesia, standar waktu tunggu yang ditentukan di dalam Permenkes melalui Standar Pelayanan Minimal yaitu, pelayanan resep obat non racikan adalah ≤ 30 menit dan obat racikan adalah ≤ 60 menit. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan evaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di Apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. METODE Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Metode ini sering dianjurkan untuk penelitian sosial sains Figueira et al., 2021. Variabel yang dianalisa pada penelitian ini adalah lama waktu tunggu pelayanan resep yang diberikan apotek Angkasa Farma kepada pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep dari dokter praktek yang ada di apotek, sedangkan sampel yang digunakan diambil menggunakan teknik accidental sampling. Ini merupakan suatu teknik penentuan sampel dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. Pada penelitian kesehatan, teknik accidental sampling sangat populer digunakan terutama ketika melakukan survey, atau observasi pada layanan dan kepuasan Loureiro & Charepe, 2021. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Evaluasi lama waktu tunggu pelayanan obat Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 662 dilakukan dengan menuliskan waktu saat pasien menyerahkan resep hingga pasien menerima obat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2021di Apotek Angkasa Farma diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sampel Berdasarkan Klasifikasi Obat. Jumlah resep pada awal bulan Mei 2021 sebanyak 2000 resep yang terdiri dari resep racikan dan non racikan. Berdasarkan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan hasil untuk resep racikan sebanyak 100 sampel dan resep non racikan sebanyak 100 sampel. Tabel 2. Rata-rata Waktu Tunggu Resep Racikan dan Non Racikan. Hasil dari evaluasi ini didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu yang diperlukan untuk resep racikan yaitu 41,47 menit dan untuk non racikan 21,29 menit. Selanjutnya, hasil kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep dengan Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 disajikan pada Tabel 3. Dan hasil secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1. Tabel 3. Kesesuaian Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan dan Non Racikan. Berdasarkan kesesuaian waktu tunggu pelayanan obat dalam Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 untuk obat racikan ≤ 60 menit dan obat non racikan ≤ 30 menit. Berdasarkan evaluasi didapatkan bahwa waktu tunggu pelayanan resep racikan yang sesuai adalah 37 resep dan untuk waktu tunggu pelayanan resep non racikan yang sesuai adalah 95 resep. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 663 Gambar 1. Hasil Studi Berdasarkan Jumlah Sampel 100 Resep Racikan dan Non Racikan Berdasarkan Parameter Waktu Tunggu dan Kesesuaian. Gambar 1 memperjelas hasil studi ini berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan, jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. Apotek Angkasa Farma adalah apotek swasta yang bekerjasama dengan dokter untuk melakukan praktek antara lain praktek dokter umum, praktek dokter spesialis penyakit dalam, dan praktek dokter spesialis kulit dan kelamin. Waktu pelaksanaan praktek dokter di Apotek Angkasa Farma adalah mulai dari jam WITA sampai dengan jam WITA. Tenaga Kefarmasian yang bertugas melayani resep di Apotek Angkasa Farma berjumlah hanya 2 orang, sedangkan pada saat praktek dokter dimulai resep mulai masuk ke apotek dalam waktu yang bersamaan sehingga pada jam tersebut sering terjadi penumpukan resep baik itu resep racikan maupun resep non racikan. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 diperoleh bahwa, sebanyak 63% waktu tunggu pelayanan resep racikan tidak sesuai standar dan 95% waktu tunggu pelayanan resep non racikan sesuai standar. Hasil serupa nampaknya ditemukan juga pada apotek yang dikelola rumah sakit umum daerah, semisal pada RSUD Bhakti Dharma Husada, laporan farmasi pada tahun 2016 menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep apotek belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1% Margiluruswati, 2017. Sebagai pembanding, studi oleh Reslina et al. 2021 melaporkan hasil studi serupa di Instalasi Farmasi RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sampel sebanyak 349 resep 320 resep jadi dan 29 racikan diambil Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 664 selama kurun waktu 1 bulan. Hasil menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep jadi rata-rata mencapai 36 menit 23 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 30 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racik dengan rata-rata mencapai 1 jam 9 menit 48 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 60 menit Reslina et al., 2021. Waktu tunggu pelayanan resep racikan yang tidak sesuai standar di Apotek Angkasa Farma dapat terjadi karena kurangnya jumlah tenaga kefarmasian saat melayani resep yang masuk ke apotek dan menumpuknya resep di waktu yang bersamaan. Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Pada proses dispensing, terdapat fase pengambilan obat, peracikan, penulisan e-tiket, dan pengecekan. Fase-fase tersebut harus dilakukan oleh orang yang berbeda-beda supaya tenaga teknis kefarmasian mampu berkonsentrasi pada bagiannya masing-masing serta menghindari terjadinya kesalahan. Pemberian e-tiket dilakukan dengan tulis tangan yang kemungkinan memakan waktu yang lama apabila dalam 1 resep terdapat banyak obat dan petugas yang menuliskan e-tiket hanya1 orang, sehingga hal tersebut juga dapat menjadi faktor lamanya waktu tunggu pelayanan resep. SIMPULAN Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. SARAN Studi selanjutnya penting untuk melakukan eksplorasi dan menemukan metode terbaik untuk mengatasi masalah pelayanan kesehatan dalam konteks waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek, setidaknya agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama tim riset, dan pihak apotek Angkasa Farma yang telah bersedia sebagai subjek evaluasi. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 665 DAFTAR RUJUKAN Abdelhadi, A., and Shakoor, M. 2014. Studying the Efficiency of Inpatient and Outpatient Pharmacies Using Lean Manufacturing. Leadership in Health Services, 273, 255-267. Alodan, A., Alalshaikh, G., Alqasabi, H., Alomran, S., Abdelhadi, A., and Alkhayyal, B. 2020. Studying the Efficiency of Waiting Time in Outpatient Pharmacy. MethodsX, 7, 100913. Arafeh, M., Barghash, Sallam, E., and Al-Samhouri, A. 2014. Six Sigma Applied to Reduce Patients’ Waiting Time in A Cancer Pharmacy. International Journal of Six Sigma and Competitive Advantage, 82, 105-124. Figueira, Figueira, Corradi-Perini, C., Martínez-Rodríguez, A., Figueira, da Silva, and Dantas, 2021. A Descriptive Analytical Study on Physical Activity and Quality of Life in Sustainable Aging. Sustainability, 1311, 5968. Loureiro, F., and Charepe, Z. 2021. Satisfaction with Nursing Care Influence of Sociodemographic Factors on A Sample of Hospitalised Children. Annals of Medicine, 53sup1, S10-S11. Margiluruswati, P. 2017. Analisis Ketepatan Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien JKN dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 32, 238. Mosadeghrad, A. 2013. Healthcare Service Quality Towards A Broad Definition. International Journal of Health Care Quality Assurance, 263, 203-219. Permenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI]. Reslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28. Suss, S., Bhuiyan, N., Demirli, K., and Batist, G. 2017. Toward Implementing Patient Flow in a Cancer Treatment Center to Reduce Patient Waiting Time and Improve Efficiency. Journal of Oncology Practice, 136, e530-e537. World Health Organization, Development, O. for and Development, for R. 2018. Delivering Quality Health Services A Global Imperative for Universal Health Coverage. World Health Organization. ... Hal ini menunjukkan bahwa jumlah resep obat non racikan yang Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien Rawat Jalan... pasien menyerahkan resep pada petugas kefarmasian sampai dengan pasien menerima obat yaitu tenggang waktu ≤30 menit untuk resep non racikan dan ≤60 menit untuk resep racikan. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 sehingga memberikan dampak positif kepada yang mengeluhkan mutu pelayanan obat kemungkinan salah satu diantaranya akibat sarana penunjang yang belum memadaiYuliana et al., 2021. Pelayanan resep non racikan yang sering didahulukan daripada resep racikan terkadang juga menimbulkan lamanya pelayanan resep. ...Lina Apriani Herni SetyawatiPuspita Raras AninditaAnugraheny Ayu PramitaWaktu tunggu pelayanan resep obat adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat dengan standar minimal yang ditetapkan Kementerian Kesehatan adalah .05, age rs=– p > .05 or scheduled/unscheduled admissions t=– p > .05 and the score attributed by children. Discussion and conclusions In this sample, school-aged children are satisfied with nursing care provided during hospitalisation. Sociodemographic factors seem to have effect on overall satisfaction in previous studies with better scores of satisfaction in older patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]], male patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar],5 Foss C. Gender bias in nursing care? Gender-related differences in patient satisfaction with the quality of nursing care. Scand J Caring Sci. 2002;16119–26.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]] and unscheduled admissions [6 Pelander T, Leino-Kilpi H, Katajisto J. Quality of pediatric nursing care in Finland children's perspective. J Nurs Care Qual. 2007;222185–194.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]]. Nevertheless, this was not verified in our sample. We suggest that further studies should be developed with larger samples and different group activity PA improves the quality of life QOL of older people, increasing overall health and well-being and enabling them to take control over their own lives, and is highly correlated with sustainable aging. Objective To relate the practice of PA with QOL for sustainable aging. Method The sample of this cross-sectional inquiry analytical observational ex post facto research was composed of 690 community-dwelling older people of both genders, non-selected volunteers, living in Brazil, present at a road run in Rio de Janeiro, from 30 October 2019 to 12 March 2020, that answered an instrument starting with profile questions, followed by selected questions on QOL from world health organization quality of life for old age WHOQOL-Old and on PA from Baecke-Old. Results The mean age bracket was 65–69 years, female. This sample was characterized as active 84%, having university level education 75%, fitting the concept of a high level of QOL ± QOL was distributed as 562 at 70–100%; 123 at 41–69%; 5 at 32–40%. Between active and sedentary lifestyle and QOL, the sedentary lifestyle presented a lower QOL score while the active QOL score was highest, with a correspondence with p < DF = 2, with certainty and Pearson’s chi-square test critical value = Conclusion The sample of older people characterized by high QOL and PA with a university level education suggests the triangulation between advanced education, PA and QOL. The QOL of the older people with high scores was associated with the practice of PA, and low scores were associated with a sedentary lifestyle; this conclusion can be applied to sustainable aging of general AlodanGhada AlalshaikhHadeel AlqasabiBandar A. AlkhayyalIn general, the pharmacy is the last department to be visited for outpatient in the hospitals, and therefore its efficiency is directly linked to patients’ satisfactions and more important the reputation of the entire hospital. The study here is based on Medical City that is located in Riyadh, Saudi Arabia. It serves patients from all over Saudi Arabia. The aim of the study is to improve the efficiency of waiting time of outpatient pharmacy based on the problems that have been observed using management quality tools and techniques. After analyzing the data for the current situation, then trying to propose changes for improvement in system efficiency. Results showed that by proposing automated waiting system with automated prescriptions, patient categorization, reduce the unclaimed prescriptions, and modify the pharmacy's layout. All of that will help in reducing the waiting time as well as increasing the patients' satisfaction which will lead to improve the pharmacy's efficiency. From reviewing the literature, it concludes that applying management quality tools and techniques will tremendously improve the quality of services in healthcare systems. The statistical analysis presented shows some outliers points when serving patients which were studied and recommendations were proposed. This is new approach to enhance the quality of healthcare management and leads to increase in the efficiency of the outpatient MargiluruswatiABSTRAKPada laporan tahunan Farmasi RSUD Bhakti Dharma Husada tahun 2016 terdapat waktu tunggu pelayanan resep yang belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1%. Hal tersebut belum sesuai dengan dalam Kepmenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan waktu tunggu pelayanan resep pasien JKN dengan standar pelayanan minimalrumah sakit. Penelitian ini menggunakan metode Non Probability Accidental Sampling terhadap resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional JKN di UPF Rawat Jalan RSUD Bhakti Dharma Husada. Waktu penelitian dilakukan dengan jumlah sampel 100 resep dengan 82 resep non racikan dan 18 resep racikan. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung dan penghitungan lama waktu tunggu pelayanan resep non racikan dan dari penelitian ini yaitu waktu lama tunggu pelayanan resep non racikan mempunyai presentase 0% sesuai standar dan obat dengan presentase 67% sesuai dengan Sigma process improvement methodology has been applied to reduce patients' waiting time in an outpatient pharmacy located in a cancer treatment hospital. Data concerning patients' satisfaction has been collected and analysed. Discrete event simulation DES model and design of experiments are utilised as a decision support tool to optimise staffing requirements. Throughout the different project phases, various improvement opportunities have been proposed to reduce patients waiting time. Sensitivity analysis was also performed to test the robustness of the processes against possible changes in the availability of staff in the pharmacy. As a result of implementing Six Sigma methodology, patients' waiting time are reduced by 50%. Ali Mohammad MosadeghradThe main purpose of this study is to define healthcare quality to encompass healthcare stakeholder needs and expectations because healthcare quality has varying definitions for clients, professionals, managers, policy makers and payers. This study represents an exploratory effort to understand healthcare quality in an Iranian context. In-depth individual and focus group interviews were conducted with key healthcare stakeholders. Quality healthcare is defined as "consistently delighting the patient by providing efficacious, effective and efficient healthcare services according to the latest clinical guidelines and standards, which meet the patient's needs and satisfies providers". Healthcare quality definitions common to all stakeholders involve offering effective care that contributes to the patient well-being and satisfaction. This study helps us to understand quality healthcare, highlighting its complex nature, which has direct implications for healthcare providers who are encouraged to regularly monitor healthcare quality using the attributes identified in this study. Accordingly, they can initiate continuous quality improvement programmes to maintain high patient-satisfaction levels. This is the first time a comprehensive healthcare quality definition has been developed using various healthcare stakeholder perceptions and cancer treatment centers can be considered as complex systems in which several types of medical professionals and administrative staff must coordinate their work to achieve the overall goals of providing quality patient care within budgetary constraints. In this article, we use analytical methods that have been successfully employed for other complex systems to show how a clinic can simultaneously reduce patient waiting times and non-value added staff work in a process that has a series of steps, more than one of which involves a scarce resource. The article describes the system model and the key elements in the operation that lead to staff rework and patient queuing. We propose solutions to the problems and provide a framework to evaluate clinic performance. At the time of this report, the proposals are in the process of implementation at a cancer treatment clinic in a major metropolitan hospital in Montreal, Abdelhadi Mwafak ShakoorPurpose – The purpose of this paper is to present a new approach to measure the service quality provided by a public health-care service provider using the lean manufacturing concept. The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as a measure for efficiency. The relative efficiency measure concept is introduced. Design/methodology/approach – The inpatient and outpatient pharmacies providing medicines to the public at a large regional hospital in the southern part of the Kingdom of Saudi Arabia were the focus of this study. The lean manufacturing concept is used as a method to improve the service quality and reduce the time needed to deliver the medicine by comparing the efficiency between these two pharmacies based on a metric used in lean manufacturing called takt time. A team was formed to study the current situation, and recommendations based on lean manufacturing were suggested for implementations. Findings – The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as an efficiency measure to compare between different departments working under the same managerial system. Originality/value – The results presented in this paper are reliable, objective and may be generalized for measuring the relative performance efficiency between several departments providing the same type of No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di ApotekPermenkes Republik IndonesiaPermenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI].I ReslinaP PameswariR A Dan NisaReslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28.

ruang tunggu rumah sakit umum